Secarik puisi untuk para guru…
Category Archives: Puisi
Cinta
By: Puspa Geni
Cinta terlahir dalam korespondensi
Merangkai temali penghubung dua insan
Terikat dalam suatu gejala fungsi
Dari satu hati ke hati lainnya
Cinta laksana ikatan surjektif
Banyak hati menuju satu insan idaman
Memperebutkan hati sang empunya
Meski tak tahu pilihan sang pujaan hati
Cinta pun laksana ikatan injektif
Kala insan lain tengah berkorepondensi
Ada insan yang tak miliki satu pun jua kekasih
Menyendiri dalam pasungan hati
Cinta terindah bak ikatan bijektif
Saat dua hati terikat satu sama lain
Tanpa ada yang mendua
Mengikat janji setia hingga usia menua
(Jakarta, 08-11-2012)
Kemelut kabut
By: Puspa Geni
Kemelut
Menggelut riak
Menggeliat di semak pemikiran
Hantamkan asa pada belukar ketakpedulian
Ah, tak acuh itu semakin menggoda
Bagaikan candu dalam cawan emas para dewa
Sekali tertenggak, tiada henti kan disua
Kemelut bagai kabut
Melintangi segala pandang
Hilangkan akal waras
Hantarkan diri dalam diam,
heningkan raga tuk tak peduliā¦
(Jakarta, 8 November 2012)
Merangkul senja
By: Puspa Geni
Dua hati tengah berjanji
sehidup semati
dalam cinta
hingga usia menua
Dua hati tengah melangkah
menjalani setapak rumah tangga
merajut kisah
tentang perjuangan dan kesetiaan
Dua hati tengah berlari
menyusuri lembah keluarga
menyulam cerita
tentang kisah kasih orangtua
Dua hati tengah kelelahan
mengamuk dalam penat perselisihan
menulis balada
dengan tinta amarah dan kertas air mata
Dua hati tengah melangkah perlahan
menyusun cerita cinta yang tercecer
merangkai album asmara
dari daun-daun ingatan yang memudar
Dua hati tengah menanti
membaca kembali untaian kisah
merangkai kata penghabisan dalam cinta
membuktikan janji setia
menatapi dunia bersama sambil merangkul senja
Tersenyumlah…
By: Puspa Geni
Setiap jengkal hari
Ada tantangan menanti
Setiap depa minggu
Ada rintangan menunggu
Tiada hari tanpa mentari
Tiada waktu tanpa tantangan menanti
Tiada tenang merajut sunyi tanpa malam hari
Tiada lega di ujung hari tanpa rintangan terlewati
Bila tantangan menanti di balik meja
Hadapilah
Bila rintangan menunggu di balik setapak perjuangan
Nikmatilah
Tersenyumlah dalam setiap langkah waktu
Tersenyumlah pada setiap tantangan yang terpampang
Tersenyumlah pada setiap rintangan yang menghadang
Tersenyumlah pada detik-detik yang menggantung di langit
Hingga,
di garis akhir rintangan menantang,
senyum ‘kan terus hiasi juangmu.
Penantian
By: Puspa Geni
Ufuk barat telah tampakkan semburat senja
Siramkan cahaya redup pada tubuh lelaki di tepi jalan
Seolah membelai lembut hati yang luka
Sosok lelaki termangu di tepi jalan raya
Bibirnya bergerak pelan
Berbicara dalam hening
“Aku menunggumu”
Bisiknya pada angin yang bersiul lembut padanya
Lelaki itu berjalan gontai di tepi jalan raya
Bagaikan hampa telah merenggut nyawanya
Tubuhnya kurus
Tatapannya layu
Duka adalah sahabat sejati untuknya
“Aku menantimu”
Ujarnya pada langit yang menua
Lelaki itu menghentikan langkahnya di tepi jalan
Menatapi sesiapa yang melewatinya
Berharap sosok yang dinanti ditemukannya
“Sampai kapanpun aku kan menantimu”,
Sang lelaki berjalan gontai menyusuri jalan raya
Hatinya hilang ditelan kota metropolitan
Direnggut paksa dari gadis yang luluhkan jiwanya
“Meski berarti menunggumu hingga akhir hidupku”
Senja demi senja
Ia menanti sang gadis kembali
Namun, ia tak pernah tahu
sang gadis telah pergi tuk selama-lamanya
Kisah kotak berjendela
By: Puspa Geni
Sekelumit canda tawa
Berbaur dengan ketukan pena
Mengalir dalam kotak berjendela
Putih abu-abu dalam nada
Beriring menuliskan kata dan angka
Meski tiada irama
Sesekali,
putih abu-abu membuncah tanya
dahaga akan rasa ingin tahu
seringkali,
putih abu-abu terdiam
seolah terpekur menghadapi barisan masalah dalam buku
kadangkala,
putih abu-abu pecahkan tangis
luapkan rasa ataupun luka
namun, semangat remaja tetap melekat di dada
setiap hari,
putih abu-abu tak pernah kibarkan bendera putih
meski ratusan masalah menghampiri dalam buntalan kertas
kisah dalam kotak berjendela
dihidupi dari cerita para putih abu-abu
dialiri semangat remaja dari hati yang muda
jika hatimu kini tengah lelah
putarlah kembali ceritamu dalam kotak berjendela itu
ingatlah masa-masamu
temukanlah semangatmu dalam balutan remaja
dan,
simpanlah rapat-rapat semangatmu agar tak pudar ditelan waktu
(Jakarta, 18-10-2012)
Tiga ekor anak kucing
By: Puspa Geni
Tiga ekor anak kucing
Mengeong menjerit di tepi jalan
Mencari bundanya
“Dimana bunda?”, tanya si kecil
“Entahlah”, jawab si tengah
Lapar dahaga menjalari mereka
Merangsek lambung mungil
Lunglaikan suara penuh asa
“Bunda sudah datang?”, tanya si kecil
“Belum”, jawab si tengah
“Aku lapar”, sahut si kecil
Tiga ekor anak kucing
Mengeong menjerit di tepi jalan
Kelaparan…
Kehausan…
“Kami lapar, tolong berikan sedikit saja makananmu”, ujar si tua pada lelaki yang tengah menyantap siomay di depan mereka
Sang lelaki berlalu begitu saja
Tiga ekor anak kucing
menangis menjerit dalam laparnya
Menunggu sang bunda datang
“Kami haus, tolong berikan sedikit minumanmu”, ujar si tua pada anak kecil yang tengah berlalu sambil meminum susu
Anak kecil hanya melirik sekilas
Si kecil mulai mengeong lemah
Tubuhnya mendingin
Si tengah merapatkan tubuh lemahnya
Menjaga hangat tak pergi dari sang adik
Tiga hari terhitung sudah
Semenjak mereka ditinggalkan di tepi jalan
Terkotak dalam kardus lusuh
Terpisahkan dari sang bunda
Dijauhkan oleh tangan lelaki yang tak suka celotehan kucing mungil
“Tolong kami, adik-adikku hampir mati”, ujar si tua
Mengeong pada kaki siapa saja yang terlihat
Banyak mata yang melirik
Namun,
Tiada tangan yang terulur
Si tua terus menjerit
Mengeong resah
Harapkan juluran tangan
Pejalan kaki yang budiman
Senja telah tiba,
Langit telah memudarkan sinarnya
Gelap meluncur dengan pesat
Di tepi jalan itu,
Di dalam kardus,
Tangisan dan jeritan telah padam
Menghilang bersama malam
(Jakarta, 10 oktober 2012)
Sang waktu
By: Puspa Geni
Dua dasawarsa telah berlalu
Sang waktu dengan setia merengkuh mesra
Menggenggam lengan sang bocah mungil
Hari demi hari,
Degupan dari jantung waktu
Menuntun langkah tatihnya menjadi berlari
Bermaraton menyisir setapak hidup
Berlari menggenggam obor semangat
Urat nadi sang waktu telah mengalirinya
Menganak sungai dalam darahnya
Menjadi kalsium bagi tulang lunaknya
Mengizinkannya tumbuh dan kekar
Agar si bocah mampu berdiri tegap tanpa terseok
Dulu,
Sang waktu,
Datang merengkuhnya
Menjemputnya dari sejak segumpal darah
Mengizinkannya tumbuh dan berkarya
Kini,
Bocah mungil telah dewasa
Tumbuh dan berkarya
Berlari dalam setapaknya
Ditemani sentuhan lembut waktu
Hingga nanti, hingga waktunya tiba,
Sang waktu kan pergi
Membawa sang bocah mungil pulang
Berlayar ke dalam benuanya
(Jakarta, 8 Oktober 2012)
Sang Ratu
By: Puspa Geni
Cantik bagaikan dewi
Indah laksana pelangi
Berseri layaknya mentari
Ia selalu ada
Ia selalu menyapa
Pesonanya bagaikan misteri
Berpuluh abad dicari
Masih tetap tersimpan asri
Tak pernah habis oleh antikuari
Paduan logika dan numerik
Menghiasi tiap langkahnya yang melentik
Jauh tapaknya terhitung oleh riemann
Meski melengkung indah bagai kurva yang menari
Suaranya merdu hingga timbulkan resonansi rendah dalam hati
Nyanyikan lagu formula yang berujung misteri
Lenggok tubuhnya bagaikan integral e^x
Meskipun terlampau waktu
Terintegrasi maupun terdiferensialkan
Indahnya nyata tak pernah berubah
Dialah sang ratu
Dipuja dan dicari dari beribu abad yang lalu
Lewati batas dimensi waktu
Dirinya tak pernah datangkan ragu